Rabu, 20 Februari 2013

SEJARAH PERJUANGAN UMAT ISLAM BANGSA INDONESIA


I. KELAHIRAN ISLAM DI INDONESIA (ABAD VII – XVIII)
Pada mulanya Islam masuk ke Indonesia adalah dari jalur perdagangan, dimana sepanjang pesisir pulau Sumatera waktu itu telah banyak di kunjungi oleh pedagang Arab, India dan Tiong Hoa. Mereka adalah para pedagang Muslim, maka selain hubungan
perdagangan, perkawinan, kebudayaan juga tentunya terjalin hubungan Da’wah Islam.
Perhubungan dagang mendatangkan kemakmuran dan selanjutnya perkembangan sosial
budaya. Mulailah terbentuk kelompok-kelompok orang Islam, tentulah secara kecil-kecilan
dan terserak. Namun sebelumnya, Nusantara kita terutama Sumatera juga menjadi jalur
hubungan perkembangan Agama Hindu dan Budha antara India dan Tiong Hoa. Sumatera dan
Malaya (kini Malaysia) merupakan daerah persinggahan penganjur-penganjur Hindu dan
Budha, lalu menyusul pulau Jawa yang juga menjadi daerah subur Agama.
Masyarakat Islam mulai terbentuk di beberapa tempat, terutama daerah pantai
kemudian tersebar ke setiap pelosok. Kondisi Islam yang membudaya dalam kehidupan
bangsa Indonesia, akhirnya melahirkan kerajaan Islam yang kuat dan sentausa di Pase (Aceh)
yang bernama Samudra Pasai pada abad X sampai abad XIV (1444 M). Di masa-masa
kerajaan ini , sementara itu di Timur Tengah sedang berkecamuk Perang Salib, salah satu
tokohnya dari pihak Islam yang paling menonjol dan paling digandrungi Umat Islam ialah
Sultan Salahuddin Al Ayyubi telah bermadzhabkan Safi’iyyah (Ahlussunnah Wal Jama’ah)
telah mampu mempersatukan kembali kekuatan Umat Islam di Timur Tengah terutama di
daerah Baghdadh yang ditandai oleh penyelenggaraan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang
tujuannya adalah membangkitkan ghiroh yang mana kondisi Umat Islam pada saat itu nampak
melemah daya juang dan kesatuannya.
Pembaharuan ini membawa pengaruh kuat kemana-mana termasuk ke Indonesia
sendiri, dimana kerajaan Pasai dan kerajaan sesudahnya seperti : Perlak, Demak, Mataram,
Kalimantan, Sulawesi dan Maluku hingga kerajaan-kerajaan kecil sesudahnya, semua
mengikuti pola-pola kerajaan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi di Baghdadh (Timur Tengah).
TAHUN 1399 M
Pulau Jawa bahkan seluruh Nusantara telah di kuasai oleh kerajaan Majapahit (1292 –
1525 M) yang dasar negara dan masyarakatnya beragama Hindu dan Budha. Namun kerajaan
ini mengalami kemunduran sepeninggalan Patihnya yang bernama Gajah Mada, yang semasa
hidup dan kejayaannya pernah juga menaklukkan kerajaan Pasai namun gagal, malah kerajaan
di Aceh ini tak pernah dikalahkan, maka perkembangan Islam pun berjalan terus yang
kelanjutannya pada tahun ini Islam mulai masuk ke pulau Jawa daerah Timur dengan
hadirnya seorang Ulama yang berkebangsaan Arab yang juga sebelumnya menetap di Pasai
yang bernama Maulana Malik Ibrahim. Beliaulah Ulama dan Mubaligh pertama di Pulau Jawa
tepatnya di Gresik dan beliau menetap selama 20 tahun dan juga orang menyebutnya sebagai
Wali yang kemudian di ikuti oleh delapan tokoh lainnya hingga terkenal dengan julukan Wali
Songo (9 Wali).
Didalam perkembangan syi’arnya Wali Songo berpolakan ‘evolusi’ (berubah setahap
demi setahap) seni budaya Hindu dan Budha tidak diusik melainkan disuntikan te tengahtengah
budaya yang ada. Memang luwes dan mendapatkan sambutan yang terbuka dari
masyarakat. Namun dampak negatifnya pertumbuhan Bid’ah dan Khurafat tumbuh subur
dewasa itu hingga dewasa kini. Misi dan pergerakan Islam yang berhaluan Wali Songo
terakhir dibawa oleh Kyai Mojo seorang Ulama dan tokoh masyarakat Jawa Tengah, beliau
punya murid yang utama bernama Pangeran Diponegoro. Berbaurnya Risalah Islam dengan
seni budaya Hindu dan Budha dapatlah dimaklumi karena masuknya Islam pertama kali ke
bumi Nusantara (Indonesia) oleh para pedagang yang merangkap sebagai Mubaligh atau bisa
saja Mubaligh-mubaligh yang merangkap pedagang. Namun tetap kemurnian Islam dalam hal
penyampaiannya harus oleh Ulama Islam yang sebenar-benarnya dan seutuhnya, sebagaimana
oleh Rasullullah SAW, Ulama itu dinobatkan sebagai Warasatul An-biyya.
TAHUN 1642
Berkecamuknya Revolusi industri di dunia mendorong tiap-tiap negara-negara maju
untuk mencari lahan pemasaran dan juga sumber bahan-bahan baku industri serta beberapa
kebutuhan hidup yang tidak terdapat pada negaranya, maka tatkala di Indonesia apa yang
diharapkan dalam skala yang melimpah ruah sehingga kepulauan Indonesia menjadi ajang
perebutan oleh negara-negara yang sedang memperluas wilayah pemasarannya. Pada akhirnya
Negara Belandalah yang dapat menguasai kepulauan Indonesia khususnya. Hal ini ditandai
dengan lahirnya VOC tahun 1642; untuk memperlancar atau mempermudahkan expansi
mereka, maka merekapun mengirim para ahli untuk menyelidiki ideologi, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, keamanan dan Agama.
TAHUN 1825 - 1830
Terjadi pemberontakan kepada Belanda pada waktu itu yang telah mampu menjajah
bumi Nusantara (Indonesia) bercokol selama 350 tahun dan berakhirnya tahun 1942, dengan
peristiwa pendudukan Jepang di bumi Nusantara. Peristiwa ini merupakan suatu pergerakan
keagamaan yaitu, Agama Islam yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro di daerah Jawa
Tengah. Ini suatu tanda perkembangan yang terjadi dari umumnya bangsa Indonesia itu punya
watak ‘nrimo’. Dimana Pangeran Diponegoro memimpin pergerakan ini dengan suatu
sistematika perjuangan dengan penataan umat dalam formasi shaf kemiliteran, peperangan
yang dikobarkan itu ialah sebagai bukti kemajuan dalam faham Islamismenya. Berakhirnya
pergerakan Pangeran Diponegoro, pada saat itu Islam dalam keadaan tenggelam pada
masyarakat pada umum di bumi Nusantara dan di Pulau Jawa pada khususnya. Walaupun
misi Wali Songo boleh dikata sudah berakhir namun ajatran Islam yang sudah cukup
memasyarakat, mampu memberikan suatu peluang terbuka berkomunikasi antara bangsa
Indonesia dengan Timur Tengah. Hal ini terjadi pada masa-masa Umroh Haji ke tanah Suci
Mekah. Dan dari sinilah awal mula Risalah Islam yang seutuhnya akan tersebar di bumi
Nusantara Indonesia, para Ulama Indonesia dapat bertemu langsung dengan para Ulama di
pusat-pusat penyebaran Islam dan terjadilah Ta’lim yang sesungguhnya dan seutuhnya dari
ajaran Islam yang disampaikan oleh para Ulama-ulama terkemuka sebagai para pewaris para
Nabi, sumber yang bersih dari bid’ah dan khurafat.
TAHUN 1880 - 1888
Terjadi pemberontakan petani di Banten yang diprakarsai oleh Ulama besar yang
bernama KH Abdul Karim, beliau punya tiga orang murid yang pelopor pergerakan tersebut.
Mereka itu adalah : 1. Imam Nawawi Banten; 2. Ki Muhtar Natanagara/Muhtar Bogor; 3. Ki
Muhyidin. KH Abdul Karim seorang Ulama yang kerap kali ke Timur Tengah yang hingga
wafatnya pun dimakamkan di Negara Mesir (Ma’la). Beliau pernah bersumpah bahwa dia
tidak akan pernah menginjak tanah Banten lagi sebelum disana tegak sebuah negara Islam
dihadapan muridnya. Ini sebagai suatu cetusan awal untuk berdirinya Negara Islam Indonesia
(NII). Setelah bersumpah begitu KH Abdul Karim menetap di Arab Saudi dan pergerakan
dipimpin oleh Imam Nawawi Banten. Semasa pergerakan ini sekitar tahun 1888 dan orang orang
sisa pergerakan ini berjumlah 94 orang oleh Pemerintah Belanda diasingkan secara
terpisah satu sama lainnya ke seluruh pelosok Indonesia. Pada hakekatnya pembuangan secara
begitu merupakan penyemaian bagi benih untuk tersebar merata ke mana-mana. Skenario
Allah pula yang mengaturnya. Dari sini belumlah ada lagi pergerakan yang dapat dihitung
sebagai poin dalam sejarah Islam di Indonesia. Walaupun demikian ke-94 orang yang
diasingkan tadi diibaratkan api dalam sekam yang pada suatu saat nanti diserukan suatu
ajakan maka bakalan terjadi gayung bersambut dari masyarakat yang telah terwarnai mereka
terhadap para penyeru yang datang kemudian (namun masih segenerasi atau generasi yang
dekat dengan mereka)
II. PERTUMBUHAN ISLAM (1905 - 1917), 16 OKTOBER 1905
SDI (syarikat Dagang Islam) lahir di Solo, didirikan oleh KH Samanhudi yang dibantu
oleh KH Asmodimejo, M Kertoteruno dan KH Abdul Rojak. Motif utamanya adalah :
Memerangi diskriminasi yang tajam yang sengaja dilakukan oleh para bangsawan terhadap
kaum dhu’afa. Sangat menonjolnya sikap angkuh dan superioritas para pedagang Cina yang
memang memonopoli perekonomian Indonesia di bawah naungan tiran/Thaghut Belanda.
Partai ini eksisnya nampak masih sangat kaku, karena pergerakannya masih berfokus
pada perdagangan batik. Hal ini sangat disadari oleh KH Samanhudi, maka beliau
mengadakan konsolidasi dengan para pemuka masyarakat dan Ulama-ulamanya, yang
akhirnya beliau bertemu dengan seorang yang kharismatik yaitu Bapak HOS Cokroaminoto di
Surabaya. Menurut kabar bahwa KH Samanhudi banyak menyerap pola pikir Ulama besar
bernama Mohammad Abduh, seorang pemikir Islam yang ahli dibidang Tauhid. Sedangkan
Bapak Cokroaminoto banyak menyerap pemahaman Jamaluddin Al-Afghani, seorang bangsa
Afghan yang sukses memulihkan ketata-negaraan yang oleh penguasa sebelumnya telah
menjadi negara sekuler. Bahkan beliau mampu mengembalikan Pemerintahan Timur Tengah
pada umumnya dari ambang pintu kehancuran lantaran faham sekuler yang mengkoyak-koyak
tatanan Pemerintahan Islam. Jadi Jamaluddin Al-Afghani-lah yang telah menggagalkan
program musuh-musuh Islam di Timur Tengah. Mengembalikan Timur Tengah kepada
persatuan dan Ke-Islaman-nya. Beliau pencetus Pan Islamisme. Pertemuan kedua tokoh tadi
sekitar Bulan Mei 1912, membicarakan kemungkinan-kemungkinan perkembangan yang
lebih pesat. Kepercayaan mulai penuh terpegang oleh HOS Cokroaminoto, kemudian beliau
mengadakan perubahan yang diawali dari nama, yaitu nama Syarikat Dagang Islam menjadi
Syarikat Islam. Walaupun hanya menghilangkan satu kata namun hasilnya sangat
memberikan pengaruh hebat. Dan tersusunlah anggaran dasar yang pertama yang dirumuskan
oleh Raden MasTirtosudiro pada tanggal 11 November 1912 (Pimpinan SI cabang Bogor).
Tujuan organisasi ini dalam anggaran dasarnya disebutkan “Akan berikhtiar, supaya anggota anggotanya
satu sama lain bergaul seperti semula, supaya timbullah kerukunan dan tolong
menolong satu sama lain antara sekalian kaum Muslimin. Dan lagi dengan segala upaya
yang halal dan tidak menyalahi wet-wet negeri (Surakarta) dan wet-wet Goverment;
Berikhtiar mengangkat derajat rakyat agar menimbulkan kemakmuran, kesejahteraan dan
kebesaran negeri”.